Selasa, 3 Maret 2020 lalu, SDSN Indonesia diundang oleh Kedutaan Kanada dengan kemitraan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Innovative Financing Lab UNDP, beserta Convergence untuk mengikuti lokakarya bertajuk “Catalyzing Private Capital for the SDGs – A Workshop on Blended Finance”. Lokakarya yang dilaksanakan di Hotel Mandarin Oriental Jakarta tersebut mengundang berbagai perwakilan, baik dari sektor publik maupun swasta.
Acara dibuka oleh Cameron MacKay selaku Duta Besar Kanada untuk Indonesia, diikuti dengan Joan Amanda selaku Regional Advisor dari UNDP, dan pemaparan oleh Dr. Ir. Lenonard VH. Tampubolon dari Bappenas. Salah satu pesan yang disampaikan adalah pentingnya keterlibatan swasta untuk turut berinvestasi pada proyek-proyek yang bertujuan mempercepat pencapaian TPB. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan sekitar $2,5 trilyun per tahun yang tidak mungkin hanya didanai dari dana donor dan pemerintah, sehingga perlu adanya strategi alternatif dalam mendorong sektor swasta sebagai sumber pendanaan tambahan. Menurut penuturan Bappenas, selain kapaitas sumber daya manusia, struktur pemodelan pendanaan merupakan salah satu tantangan yang perlu dicari solusinya bersama.
Apa itu Blended Finance?
Joan Larrea, CEO dari Convergence, jaringan yang dibentuk Pemerintah Kanada untuk mengatur blended finance membuka sesi pertama dengan pemaparan mengenai konsep blended finance itu sendiri kepada peserta lokakarya. Blended finance merupakan perwujudan dari TPB nomor 17, Partnership for The Goals karena melibatkan kolaborasi pendanaan dari donor dan sektor publik, dengan tujuan untuk menarik sektor swasta pada proyek terkait implementasi TPB. Sektor terbesar yang menarik minat swasta untuk berinvestasi adalah sektor energi terbarukan dan jasa keuangan, hal ini diakibatkan sektor seperti kesehatan dan edukasi sulit mendapatkan keuntungan bagi investor dalam bentuk konkrit. Swasta seringkali tidak akan mengedepankan model bisnis yang belum familiar untuk menghindari risiko.
Pertanyaan yang seringkali dilontarkan adalah, “hal apa yang membedakan blended finance dengan jenis pendanaan lain?”. Menggunakan struktur blended finance, tiap pihak dapat memiliki objektifnya masing-masing, sehingga sektor privat tidak perlu ‘mengubah’ tujuan awalnya untuk berinvestasi menjadi filantropi/CSR. Selain itu, salah satu perbedaan dari blended finance dan public-private partnership terdapat pada sektor yang didanai, ketika PPP berkisar pada infrastruktur, blended finance dapat mendanai seluruh sektor. Walaupun perlu diperhatikan bahwa belum tentu seluruh sektor sesuai dengan pendanaan berstruktur blended finance ini.
Selain pemaparan dari Joan Larrea, terdapat pemaparan lanjutan dari Aakif Merchant, Manager dari Convergence, yang menjelaskan bahwa Indonesia sudah memiliki 59 perjanjian proyek dengan pendanaan blended finance di Indonesia. Salah satu tantangan terbesar dalam memobilisasi pendanaan di Indonesia adalah adanya kesenjangan antara persepsi dan realita risiko investasi di Indonesia dari mata investor. Bahkan, walau Indonesia termasuk negara dengan potensi agrikultur yang besar, pendanaan di sektor agrikultur tergolong rendah. Aakif memaparkan risiko utama melakukan investasi di negara berkembang adalah informasi dan transparansi, ketidakpastian dalam perdagangan, risiko politik, serta kurs. Tugas dari blended finance seperti Convergence adalah bagaimana dapat meyakinkan sektor swasta untuk meminimalisir risiko dan mengelola keuntungan dalam berinvestasi.
Acara dilanjutkan dengan diskusi panel oleh Ity Rangis dari Private Finance Advisory Network, Nicolas Parrot selaku President Director dari PT Bank BNP Paribas Indonesia, dan Dondi Hananto selaku Partner dari Patamar Capital. Diskusi tersebut menekankan pada prinsip dan pengalaman dari sektor swasta terkait blended finance. Salah satu langkah yang pernah dilakukan oleh Patamar Capital adalah kerjasama dengan Australia Aid untuk program Investing in Women. Selain diskusi panel lanjutan, peserta lokakarya juga mendapat pemaparan dari InfraCo Asia dan Tropical Landscape Finance Facility sebagai contoh proyek yang didanai dengan struktur blended finance.
Bersamaan dengan dilaksanakannya lokakarya ini, diharpakan peserta dapat memahami prinsip dan contoh praktik dari memaksimalkan blended finance untuk mencapai SDG, memahami pentingnya blended finance, dan memahami elemen penting dalam kesepakatan blended finance yang baik untuk diaplikasikan lebih lanjut di Indonesia.
Untuk materi lokakarya dapat di akses di link bawah ini :
- Welcome Opening Remarks
- What is Blended Finance
- An Overview of the Blended Finance Ecosystem Policy Landscape with a Focus on Asia
- Blended Finance Archetypes Underlying Rationale
- Understanding the Characteristics Perspectives of Blended Finance Practitioners
- InfraCo Asia
- Tropical Landscape Finance Facility